Oleh Ireng Maulana
Menyembunyikan potensi. Kita berharap anak-anak muda yang memutuskan memilih jalan masuk ke dalam perpolitikan dapat berdiaspora di banyak partai politik sembari mengabdikan diri mereka di lapangan pekerjaan lainnya yang selama ini mereka tekuni. Sebaran anak muda nantinya akan memastikan percampuran (mix) antara politisi muda dengan politisi lama dimulai dengan jumlah yang lebih kecil dari, sama dengan, dan akhirnya akan menjadi lebih besar. Dengan jumlah yang lebih kecil dari adalah tahap belajar, mengidentifikasi, mengenali semua yang penting untuk diketahui, aktif turut serta, akan lebih banyak mengikuti dan sesekali memperkenalkan gagasan.
Ketika jumlah politisi muda sudah sama besarnya dengan politisi lama, maka inilah tipping point yang memerlukan keberanian, atau mungkin juga membutuhkan sedikit kenekatan untuk membenturkan gagasan baru dengan gagasan lama. Benturan demi benturan akan terjadi sehingga konsistensi, peralatan bertahan yang cukup, dan pengendalian situasi sangat diperlukan. Jangan mudah menyerah kalah. Namun, selama gagasan baru tersebut dalam koridor mempertahankan kepentingan publik luas dan memajukan organisasi maka dukungan dan keberpihakan akan dengan sendirinya menyerahkan diri untuk meleburkan diri dan memperkuat perjuangan gagasan tersebut.
Yang kita harapkan memang percampuran lama dan baru ini sampai kepada politisi muda menjadi lebih besar jumlah dan kualitiasnya dari politisi lama yang eksisting. Jika keadaan sudah menjadi sedemikian solid, maka pada saat itulah gerbong gagasan untuk kemajuan semua orang dapat ditarik dengan segenap spirit perubahan yang lebih baru sesuai kehendak zaman. Kita akan menyaksikan dan mendapatkan pengalaman bahwa keadaan yang lebih baik berubah berdasarkan kehendak gagasan yang lebih baru. Lebih banyak orang merasakan kemajuan yang sebenarnya kelak!
Siap sejak awal. Kita tentu akan mengira jika politisi muda yang sudah berada di dalam pusaran kekuasaan elite partai politik di daerah hari ini mendapatkan keistimewaan (privilege) atas posisi mereka. Privilege tersebut dapat berasal dari latar belakang status sosial dan ekonomi keluarga, koneksi dan relasi politik yang sudah ada, ketersediaan sumberdaya, atau kemudahan-kemudahan lainnya yang menopang eksistensinya.
Namun, kita juga dapat luput melihat jika mereka juga memperjuangkan posisi yang didapat hari ini. Memperjuangkan dalam pengertian pertama, mampu mengelola dan mengolah potensi-potensi privilege yang melimpah tersebut dalam membentuk diri mereka menjadi lebih diperhitungkan dalam ekosistem perpolitikan elite arus utama di daerah, karena tidak sedikit politisi muda yang manja atas limpahan privilege tadi sehingga tidak cukup keras berjuang dan dipandang karena hanya atas dasar privilege saja dan bukan lahir dari kekuatan perjuangan dari dalam dirinya.
Politisi muda yang cerdik dalam mengendalikan potensi privilegenya akan menjadi petarung yang tahan uji, punya sikap, diakui dan tidak mudah direndahkan karena terlalu bergantung kepada privilege, sedangkan politisi muda yang dimanjakan oleh privilege hanya akan menjadi transit point bagi kepentingan ketiak mereka gagap bertindak dan bersikap dalam posisinya. Kedua, politisi muda memiliki jejaring kerja yang terbangun melalui perkawanan sejak lama bersama kawan-kawan seangkatan, atau sepermainan. Perkawanan yang bukan berasal dari hubungan kepentingan dan ternyata menjadi kekuatan baru yang efektif mendukung kerja politik yang mereka bangun.
Kita tidak harus membayangkan jika kerja politik mereka tadi dalam pakem modul lama yang menggunakan segala cara untuk menang, karena banyak diantara mereka yang terlibat sama sekali tidak memiliki pengetahuaan yang cukup tentang perpolitikan. Namun, mereka tetap terlibat dengan kenekatan khas anak muda, dan memang benar anak muda tidak mudah menyerah. Tantangan keadaan memaksa mereka harus menemukan jalan kreatif untuk tidak terlibat lebih banyak masalah, dan menyelesaikan pekerjaan yang harus mereka lakukan. Aksi politik anak mudah bahkan cukup sederhana tanpa disain khusus yang kompleks dan analisa yang rumit.
Mereka mau terlibat karena spirit perkawanan masih terjaga tanpa berjarak sehingga kerja-kerja yang mereka lakukan dalam misi untuk memajukan kawan sendiri yang mereka anggap mampu untuk mewakili semua anal muda yang tidak memilik passion masuk kedalam pusaran kekuasaan elite arus utama karena telah bediaspora di banyak lapangan pengabdian yang lain.
Bagi kita, politisi muda yang sudah check-in hari ini dalam ruang kekuasaan bukan patron melainkan role model kongkrit bahwa anak muda punya tempat, mampu berjuang, dapat diandalkan, pengusung gagasan baru, dan menjadi bagian penting perjuangan anak muda lainnya untuk memperbaiki persoalan daerah dan bangsa, serta yang paling penting bahwa mandat perubahan dapat kita titipkan kepada siapa saja politisi muda yang sudah mengambil tempat di dalam kekuasaan.
Di masa depan. Era baru ditandai dengan munculnya pemimpin yang tidak harus lahir dari gerombolan elite politik yang sudah mapan. Figur-figur calon pemimpin menuju 2025+ baik itu di level daerah ataupun nasional sebaiknya berasal dari kelompok muda populis sebagai ekspresi dari kehendak masyarakat yang mengharapkan kemurnian gagasan tentang kemajuan masa depan. Kita dapat menyebut kelompok ini sebagai Future Groups atau kelompok masa depan.
Oleh karena itu, pembingkaian wacana pemimpin muda populis terletak pada adanya ancaman terhadap nilai-nilai masa depan jika kepemimpinan model lama masih berkuasa. Terdengar ekstrim memang, tapi begitulah retorika populisme dalam memposisikan dirinya. Persepsi masyarakat harus dialihkan dari situasi status quo kepada situasi tandingan.
Gerakan populisme kepemimpinan anak muda bukan barang baru di jagat politik, eksperimennya telah banyak membuahkan hasil dan melahirkan pemimpinnya sendiri di belahan dunia lain. Sebagian orang percaya gerakan populisme kepemimpinan anak muda merupakan tren global yang menular dan mampu mengubah skema politik arus utama yang telalu lama mendominasi. Namun, perjuangan politik anak-anak muda tidak akan mudah, maka ingatlah kembali pesan Soekarno salah satu founding father kita:
Kita tidak ingin menjadi suatu bangsa yang demikian [tidak mampu besar]
Kita ingin menjadi suatu bangsa yang setiap hari di gembleng oleh keadaan
Di gembleng, hampir hancur lebur – Bangkit kembali!
Di gembleng, hampir hancur lebur- Bangkit kembali!
Di gembleng, hampir hancur lebur- Bangkit kembali! #
Ireng Maulana adalah pengamat politik. Ia menyelesaikan S2 Ilmu Politik di Iowa State University Amerika Serikat. Saat ini ia tinggal di Sintang, Kalimantan Barat.